Minggu, 29 Juli 2018



KONSERVASI ARSITEKTUR







oleh :

CHAERUL IQBAL

22314305

4TB07







UNIVERSITAS GUNADARMA

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

2018









SEJARAH KAMPUNG BATIK LAWEYAN



Kampung Batik Laweyan terletak di sisi selatan Kota Solo, Jawa Tengah, berbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo. Kampung ini istimewa bukan semata-mata karena merupakan kampung tua yang eksotis, tapi juga karena menyimpan jejak panjang industri batik di Solo. Pada awal abad ke-20, Kampung Batik Laweyan pernah mengalami masa kejayaan sebagai kampung saudagar batik pribumi.

Di kawasan Laweyan pula berdiri Syarekat Dagang Islam, asosiasi dagang pertama yang didirikan oleh tokoh pejuang kemerdekaan, Samanhudi, bersama para saudagar batik pribumi, tahun 1912. Masa tahun 1900 sampai 1970 adalah masa kejayaan para saudagar (pengusaha) batik pribumi Laweyan.

Hasil gambar untuk macam macam batikKejayaan Laweyan sebagai kampung batik bisa dilihat dari bermacam-macam motif batik yang kemudian dikenal sebagai motif batik Solo, seperti Parang Kusumo, Parang Kembang, Parang Rusak, Parang Barong, Truntum, Srikaton, Satrio Manah, Wahyu Jati, dan Tejo Kusumo.


Namun, masa keemasan industri batik Laweyan terhempas dengan masuknya teknologi batik printing dari China sekitar tahun 1970. Berbeda dengan batik cap dan batik tulis, tekonologi printing berorientasi pada produksi massal. Lewat teknologi ini, ratusan kodi kain batik bisa diproduksi setiap hari. Di sisi lain, batik cap hanya bisa dibuat sebanyak 20 kodi sampai 30 kodi sehari. Batik tulis lebih celaka lagi karena membutuhkan waktu 2 bulan sampai empat bulan untuk menyelesaikan selembar kain batik.

Akibat serbuan batik printing, menurut Alpha, selama hampir 30 tahun Laweyan tak ubahnya kampung mati. Periode tahun 1970 sampai tahun 2000 hampir tak ada kegiatan membatik di kampung tua ini.

Alhasil, selama hampir 30 tahun pula kampung Laweyan hanya menyisakan masa kejayaan para saudagar batik pribumi tempo dulu; lorong-lorong sempit dengan tembok tinggi yang kusam, rumah-rumah tua tradisional gaya Jawa, Eropa (Indisch), China dan Islam. Uniknya, banyak rumah yang dilengkapi bunker (lorong bawah tanah) yang saling menyambung dengan rumah tetangga.




Menelusuri lorong-lorong sempit di antara tembok tinggi seperti berjalan di antara monumen sejarah kejayaan pedagang batik tempo dulu. Sampai akhirnya, memori kejayaan kampung Laweyan tempo dulu mengusik sebagian kecil kalangan muda Laweyan untuk membangkitkan kembali masa keemasan itu dengan konsep pariwisata. Dengan konsep ini, Kampung Batik Laweyan tak hanya menawarkan batik namun juga wisata heritage.

Selain memiliki sejarah sebagai kota batik tertua, gaya arsitektur kampung batik juga menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Dinding tinggi dan gang-gang sempit menjadi karakter khas kampung batik ini. Bangunan rumah pedagang batik Laweyan banyak dipengaruhi oleh arsitektur Jawa, Eropa, Cina dan Islam. Bangunan mewah ini menjadi ciri kejayaan saudagar batik asli pribumi Laweyan pada masa itu dan dikenal dengan sebutan “Gal Gendhu”.



KONSERVASI TERHADAP BANGUNAN KP. BATIK LAWEYAN

Seorang pengusaha batik di Laweyan, Muhammad Gunawan Nizar, menuturkan bagaimana dirinya dan beberapa pengusaha mengagunkan sertifikat rumah ke bank agar mendapatkan dana untuk memulai produksi batik. Dengan dana pinjaman, mereka memperbaiki beberapa peralatan produksi batik agar bisa digunakan kembali, menyulap ruang depan rumah menjadi gerai, dan tentu saja untuk membayar upah para pekerja.

Bentuk respon itu adalah dengan melakukan konservasi terhadap 30 rumah kuno yang memiliki nilai sejarah dalam perkembangan batik di Laweyan untuk mendukung pengembangan wisata heritage di kampung ini. Kementerian Negara Perumahan Rakyat pun mengucurkan dana sekitar Rp 600 juta untuk proses konservasi. Pemkot Surakarta bahkan menggelontorkan dana Rp200 miliar untuk penataan lingkungan Kampung Batik Laweyan.

Tahun 2004, Laweyan pun dicanangkan sebagai kampung batik oleh Pemerintah Kota Surakarta. Payung hukum pun diberikan terhadap karya cipta batik. Saat ini sebanyak 215 motif batik dari Kampung Batik Laweyan sudah dipatenkan.
Kini, suasana Kampung Batik Laweyan sangat berbeda dengan suasana pada delapan tahun lalu. Dari 8 pengusaha batik yang tersisa pada tahun 2004, kini sebanyak 90 kepala keluarga dari 110 kepala keluarga di kampung Laweyan adalah pengusaha batik. Sedangkan 20 kepala keluarga lainnya bekerja sebagai buruh batik (pembatik), baik batik cap, printing, maupun batik tulis.





KP. BATIK LAWEYAN MODERN



Saat ini Kampung Laweyan menjadi destinasi wisata yang wajib dikunjungi saat berkunjung ke Solo. Tentunya selain belajar sejarah, di Laweyan pengunjung juga dapat belajar mengenai budaya dan kreativitas yang disuguhkan oleh para pengrajin. Alpha menjadikan Batik Mahkota Laweyan, yang merupakan kediaman, showroom, sekaligus bengkel batik menjadi lokasi kompilit bagi wisatawan untuk mempelajari batik. Tak sedikit wisatawan asing yang berkunjung ke tempatnya.

Kampung Laweyan hingga saat ini masih terus bersolek untuk memikat para wisatawan. Di dinding yang menjulang tinggi itu, Aplha bermimpi akan adanya pengisahan mengenai Kampung Laweyan. Sehingga wisatawan dapat semakin betah berada di sudut terbaik Solo, Kampung Laweyan yang kaya cerita.

Kampung Batik Laweyan: Harmonisasi Modernitas Dan Masa Lalu merupakan sebuah tempat wisata terpadu yang harmonis dan merupakan perpaduan kehidpan masa lalu yang terbalut beragam kenikan dan misteri dari sebuah nilai seni budaya tradisional batik Solo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar